RSS
Facebook
Twitter

3 May 2015

"BANGKITLAH PENDIDIKAN DI NEGERIKU TERCINTA" (Bagian 2)

Peliknya masalah yang mendera negeri ini, membuat kita terkadang merasa pesimis untuk bisa bangkit menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Ironis memang, sebagai negara yang dikaruniai kekayaan alam yang sangat melimpah, Indonesia justru termasuk dalam kelompok negara miskin dan terbelakang dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bangsa lain. Lantas sebenarnya apakah akar permasalahan yang menjadikan kondisi Indonesia seperti ini?
KKN disegala bidang
Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia. Hebatnya lagi budaya korupsi telah mengakar dari tatanan birokrat level bawah hingga teknokrat istana. Sebenarnya masalah KKN merupakan masalah klasik, hal  ini pula yang mendasari tumbangnya rezim orde baru yang berkuasa selama 32 tahun di negeri tercinta ini, namun meskipun demikian memberantas KKN bukan lah perkara yang mudah. Di era reformasi ini KKN tetap menjadi permasalahan nomor wahid. Bahkan semenjak diberlakukannya otonomi daerah KKN kian meluas dan semakin merata  disegala bidang.
Keseriusan pemerintah untuk memberantas KKN kini mulai mencuat lagi dengan semakin gencarnya komisi pemberantsasan korupsi (KPK) dalam mengungkap kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat. Akhir-akhir ini mungkin kita sering melihat di media pemberitaan tentang tercorengnya citra legislatif Indonesia akibat ulah beberapa anggota dewan yang terbukti melakukan kasus korupsi.  Tak hanya itu citra kejaksaan pun ikut ternodai akibat ada mantan jaksa yang terlibat dalam kasus suap bahkan dugaan kasus korupsi teranyar menimpa dua orang menteri dan penyidikannya masih berlanjut hingga sekarang.

“Paradigma tua” kepemimpinan Nasional
Saya kurang sependapat dengan pendapat pimpinan salah satu partai politik yang menyatakan bahwa pemimpin harus dari kalangan muda. Bagi saya permasalahannya bukan muda atau tua yang penting adalah cara berpikir yang dimiliki. Meskipun dari kalangan tua jika pola pikirnya revolusioner dan breakthrough itu lebih baik ketimbang kalangan muda yang hanya bermodalkan idealisme tetapi dengan gampangnya idealisme itu hilang ketika berbenturan dengan realitas yang ada.
Bangsa ini membutuhkan figur seorang pemimpin ideal, karena gaya kepemimpinan nasional saat ini menurut analisis saya masih masih menggunakan “paradigma tua” dan bersifat pragmatis. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan tidak lagi dari sudut pandang pro masyarakat tetapi lebih mengedepankan unsur politis. Betapa mudahnya pemerintah menetapkan kenaikan BBM disaat tingkat kemiskinan masih tinggi. Padahal meskipun harga minyak dunia naik jika saja para pemimpin itu mau sedikit berpikir untuk mencari alternatif cerdas dalam menutupi defisit anggaran, kenaikan itu tidak semestinya terjadi. Begitu pula dalam kebijakan kompensasi yang diberikan pemerintah malah tak ambil pusing dengan menerapkan kebijakan praktis pemberian BLT kepada rakyat miskin. Padahal program tersebut telah terbukti berjalan tidak efektif.
Aksesibilitas yang rendah terhadap pendidikan tinggi
Konon katanya pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh hanya 2 % saja dari total penduduk Indonesia. Kalau berbicara masalah pendidikan rasanya memang sangat miris, 20 % anggaran nasional untuk pendidikan masih hanya sebatas wacana yang tak kunjung direalisasikan. Akibatnya pendidikan tinggi, yang merupakan sarana efektif untuk membentuk generasi handal yang siap bersaing, masih dirasakan sebagai barang mewah dan hanya sebagian kecil yang dapat merasakannya. Hal itu diperparah dengan makin banyaknya perguruan tinggi yang semakin mengomersilkan diri dengan dalih untuk meningkatkan kualitas universitas. Sebut saja PTN – PTN favorit seperti UI, ITB, UGM dan IPB yang lebih dulu statusnya berubah menjadi BHMN kini biaya yang ditetapkan untuk mahasiswanya tidak berbeda dengan biaya kuliah di universitas swasta, bahkan mungkin lebih mahal.

Idealisme itu hanya ada di dunia kampus dan forum seminar
Sosok idealis sepertinya hanya ditemukan dalam diri mahasiswa dan pembicara dalam forum seminar. Betapa tidak, oknum pejabat dan teknokrat yang sekarang berada pada tampuk kepemimpinan bangsa semuanya berawal dari status mahasiswa, mungkin dulu mereka juga termasuk aktivis mahasiswa berjaket kuning, biru, merah dan lainnya  yang getol berdemonstrasi menyuarakan idealismenya. Namun setelah mereka terjun langsung dalam birokrasi pemerintahan idealisme yang mereka miliki selama ini hilang seketika ketika dihadapkan dengan realitas yang ada. Sedangkan bagi mereka yang masih memiliki jiwa idealis umumnya mereka enggan untuk masuk dalam pemerintahan dan lebih memilih menjadi pembicara seminar-seminar yang diadakan di kampus yang bertemakan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Dengan lantang dan tegas sang idealis berorasi dalam forum seminar menjual data-data kebobrokan pemerintah sementara hal ini mungkin hanya menjadi bahan tertawaan bagi rekan-rekannya yang dulu juga idealis hanya saja mereka kini berada dalam pemerintahan. Pengalaman saya sendiri setiap kali mengikuti forum seminar seperti ini yang saya rasakan hanyalah pesimisme dan hilangnya kebanggaan menjadi bangian dari bangsa Indonesia, oleh karena itu terkadang saya malas untuk mengikuti seminar maupun kajian yang sifatnya hanya membeberkan aib bangsa ini.

Yakinlah masih ada secercah harapan itu…
Dengan potensi besar yang dimiliki, bukanlah hal mustahil jika kelak bangsa ini mampu bersaing dalam tataran dunia internasional bahkan menjadi negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat asalkan saja kita mau mengubah mentalitas bangsa ini. Bagaimana kita mau mengubahnya tentu saja harus paripurna mulai dari mentalitas teknokrat dan pejabat pemerintahan, partai politik dan segenap elemen bangsa termasuk kita di dalamnya sebagai tenaga pendidik
Selamat Mendidik!!

2 May 2015

"Bangkitlah Pendidikan di Negeriku Tercinta"

Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2015
Nama saya Wawan Hermawan, saya seorang guru Ndeso, SMPN 1 kaduhejo, Kab. Pandeglang Provinsi Banten, miris rasanya melihat kondisi pendidikan di indonesia, berawal tidak adanya komitmen dari pemerintah, seringnya gonta-ganti kebijakan, pelaksanaan kurikulum yang tidak tuntas, dan masuknya unsur politisasi terhadap pendidikan itu sendiri. Mendidik, adalah proses memanusikan manusia (HUMANISASI), menurut Ki Hajar Dewantara yang hari lahirnya telah ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional dan jatuh tanggal 2 Mei setiap tahunnya mengajak kita semua agar bersikap menjadi pendidik, yaitu manusia yang mampu memanusiakan dirinya maupun orang lain dengan cara mengasihi dirinya dan orang lain. Namun, tidak semua cara untuk memanusiakan manusia itu harus dilakukan dengan cara-cara yang harus mengasihi, terkadang untuk mendidik ke arah yang lebih baik, harus diusahakan dengan cara-cara yang keras, disiplin rasa tanggung jawab.
Peliknya masalah pendidikan di Indonesia ini saat ini mengharuskan semua pihak turut Turun Tangan. Guru dan sekolah bukanlah pihak yang sepenuhnya harus disalahkan. Berkaca dari pemahaman yang disampaikan oleh Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan adalah segala daya dan upaya untuk memajukan Budi Pekerti (Karakter, Kekuatan Bathin), Pikiran (Inteligensia) dan Jasmani seluruh anak-anak Indonesia agar hidup selaras dengan alam dan masyarakat sekitarnya, harus kita gelorakan kembali. Belajar itu berarti ada keinginan dari dalam diri untuk mengubah diri ke arah yang lebih baik, bukan sebaliknya, sekolah bukan lagi menjadi tempat yang aman buat peserta didik, sering terjadi kekerasan terhadap siswa justru terjadi di lingkungan sekolah.
Namun, tidak dapat kita pungkiri perbedaan letak geografis di Indonesia, apalagi kab. pandeglang tempat saya mengajar, untuk menyampaikan berkas saja ke dinas Kab. Pandeglang membutuhkan waktu 4-5 jam khususnya buat temen-temen yang mengajar di selatan pandeglang. haruskah pendidikan kita mengalami pengkotakan?, dimana didaerah maju pendidikan dapat berjalan dengan baik dan pesat.
Perkembangan dunia Teknologi Informasi dan Komunikasi yang cepat tidak dibarengi dengan kemampuan baik pendidik untuk memberikan ilmu budi pekerti, pendidikan moral dan Agama maupun dari diri peserta didik untuk menyerap pendidikan yang diberikan di sekolah maupun pendidikan dari orang tua. Disisi lain, di daerah-daerah 3T (Terluar, Tertinggal dan Terdepan), maupun didaerah-daerah yang perkembangannya lambat, pendidikan kita mengalami ketertinggalan yang cukup jauh. Tidak terjadi pemerataan Pendidikan sehingga tidak menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDA) yang ampuh dan mampu mengikuti perkembangan jaman.
Oleh karena itu, semoga di tanggal 2 Mei ini, di hari Pendidikan Nasional apa yang diidam-idamkan oleh Ki Hajar Dewantara, dimana semua rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke terbebas dari kebodohan dan memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak dapat terpenuhi. Jika anak-anak Indonesia di daerah-daerah terpencil terbebas dari ketidaktahuan Membaca, Menulis, Berhitung hingga dapat mengenal Komputer, mampu mengoperasikan yang namanya Komputer, maka anak-anak di daerah yang agak dan sudah maju, terbebas dari belenggu yang namanya godaan-godaan yang berujung pada perilaku konsumerisme dan yang bersifat merugikan diri karena melakukan kegiatan-kegiatan yang tampaknya tidak bermanfaat, semisal pesta bikini, narkoba, sex bebas, pesta miras dan kenakalan yang lainnya juga.

So, mari kita menjadi guru yang lebih iklas dalam mengjar dan berharap Kejujuran Tetap ada di dalam Hati kita sebagai modal awal dalam Menciptakan Output Dunia Pendidikan yang lebih baik, sebab dengan Kejujuran maka Indonesia akan lebih baik. Semoga…!!!
long Life Education, Selamat mendidik, dan semoga kita menjadi guru yang Menginspirasi.
  • Blogger news

  • Blogroll

    LOVE YOU