Peliknya masalah yang mendera negeri ini, membuat kita
terkadang merasa pesimis untuk bisa bangkit menjadi bangsa yang maju dan
sejahtera. Ironis memang, sebagai negara yang dikaruniai kekayaan alam yang
sangat melimpah, Indonesia justru termasuk dalam kelompok negara miskin dan
terbelakang dengan tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap bangsa lain.
Lantas sebenarnya apakah akar permasalahan yang menjadikan kondisi Indonesia
seperti ini?
KKN disegala bidang
Indonesia termasuk
salah satu negara dengan tingkat korupsi tertinggi di dunia. Hebatnya lagi
budaya korupsi telah mengakar dari tatanan birokrat level bawah hingga
teknokrat istana. Sebenarnya masalah KKN merupakan masalah klasik, hal
ini pula yang mendasari tumbangnya rezim orde baru yang berkuasa selama 32
tahun di negeri tercinta ini, namun meskipun demikian memberantas KKN bukan lah
perkara yang mudah. Di era reformasi ini KKN tetap menjadi permasalahan nomor
wahid. Bahkan semenjak diberlakukannya otonomi daerah KKN kian meluas dan
semakin merata disegala bidang.
Keseriusan pemerintah untuk memberantas KKN kini mulai mencuat lagi dengan semakin gencarnya komisi pemberantsasan korupsi (KPK) dalam mengungkap kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat. Akhir-akhir ini mungkin kita sering melihat di media pemberitaan tentang tercorengnya citra legislatif Indonesia akibat ulah beberapa anggota dewan yang terbukti melakukan kasus korupsi. Tak hanya itu citra kejaksaan pun ikut ternodai akibat ada mantan jaksa yang terlibat dalam kasus suap bahkan dugaan kasus korupsi teranyar menimpa dua orang menteri dan penyidikannya masih berlanjut hingga sekarang.
“Paradigma tua” kepemimpinan Nasional
Keseriusan pemerintah untuk memberantas KKN kini mulai mencuat lagi dengan semakin gencarnya komisi pemberantsasan korupsi (KPK) dalam mengungkap kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat. Akhir-akhir ini mungkin kita sering melihat di media pemberitaan tentang tercorengnya citra legislatif Indonesia akibat ulah beberapa anggota dewan yang terbukti melakukan kasus korupsi. Tak hanya itu citra kejaksaan pun ikut ternodai akibat ada mantan jaksa yang terlibat dalam kasus suap bahkan dugaan kasus korupsi teranyar menimpa dua orang menteri dan penyidikannya masih berlanjut hingga sekarang.
“Paradigma tua” kepemimpinan Nasional
Saya kurang sependapat
dengan pendapat pimpinan salah satu partai politik yang menyatakan bahwa
pemimpin harus dari kalangan muda. Bagi saya permasalahannya bukan muda atau
tua yang penting adalah cara berpikir yang dimiliki. Meskipun dari kalangan tua
jika pola pikirnya revolusioner dan breakthrough itu lebih baik ketimbang
kalangan muda yang hanya bermodalkan idealisme tetapi dengan gampangnya
idealisme itu hilang ketika berbenturan dengan realitas yang ada.
Bangsa ini membutuhkan figur seorang pemimpin ideal, karena gaya kepemimpinan nasional saat ini menurut analisis saya masih masih menggunakan “paradigma tua” dan bersifat pragmatis. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan tidak lagi dari sudut pandang pro masyarakat tetapi lebih mengedepankan unsur politis. Betapa mudahnya pemerintah menetapkan kenaikan BBM disaat tingkat kemiskinan masih tinggi. Padahal meskipun harga minyak dunia naik jika saja para pemimpin itu mau sedikit berpikir untuk mencari alternatif cerdas dalam menutupi defisit anggaran, kenaikan itu tidak semestinya terjadi. Begitu pula dalam kebijakan kompensasi yang diberikan pemerintah malah tak ambil pusing dengan menerapkan kebijakan praktis pemberian BLT kepada rakyat miskin. Padahal program tersebut telah terbukti berjalan tidak efektif.
Bangsa ini membutuhkan figur seorang pemimpin ideal, karena gaya kepemimpinan nasional saat ini menurut analisis saya masih masih menggunakan “paradigma tua” dan bersifat pragmatis. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan tidak lagi dari sudut pandang pro masyarakat tetapi lebih mengedepankan unsur politis. Betapa mudahnya pemerintah menetapkan kenaikan BBM disaat tingkat kemiskinan masih tinggi. Padahal meskipun harga minyak dunia naik jika saja para pemimpin itu mau sedikit berpikir untuk mencari alternatif cerdas dalam menutupi defisit anggaran, kenaikan itu tidak semestinya terjadi. Begitu pula dalam kebijakan kompensasi yang diberikan pemerintah malah tak ambil pusing dengan menerapkan kebijakan praktis pemberian BLT kepada rakyat miskin. Padahal program tersebut telah terbukti berjalan tidak efektif.
Aksesibilitas yang rendah terhadap
pendidikan tinggi
Konon katanya
pendidikan tinggi hanya bisa diakses oleh hanya 2 % saja dari total penduduk
Indonesia. Kalau berbicara masalah pendidikan rasanya memang sangat miris, 20 %
anggaran nasional untuk pendidikan masih hanya sebatas wacana yang tak kunjung
direalisasikan. Akibatnya pendidikan tinggi, yang merupakan sarana efektif
untuk membentuk generasi handal yang siap bersaing, masih dirasakan sebagai
barang mewah dan hanya sebagian kecil yang dapat merasakannya. Hal itu
diperparah dengan makin banyaknya perguruan tinggi yang semakin mengomersilkan
diri dengan dalih untuk meningkatkan kualitas universitas. Sebut saja PTN – PTN
favorit seperti UI, ITB, UGM dan IPB yang lebih dulu statusnya berubah menjadi
BHMN kini biaya yang ditetapkan untuk mahasiswanya tidak berbeda dengan biaya
kuliah di universitas swasta, bahkan mungkin lebih mahal.
Idealisme itu hanya ada di dunia kampus dan forum seminar
Idealisme itu hanya ada di dunia kampus dan forum seminar
Sosok idealis
sepertinya hanya ditemukan dalam diri mahasiswa dan pembicara dalam forum
seminar. Betapa tidak, oknum pejabat dan teknokrat yang sekarang berada pada
tampuk kepemimpinan bangsa semuanya berawal dari status mahasiswa, mungkin dulu
mereka juga termasuk aktivis mahasiswa berjaket kuning, biru, merah dan
lainnya yang getol berdemonstrasi menyuarakan idealismenya. Namun setelah
mereka terjun langsung dalam birokrasi pemerintahan idealisme yang mereka
miliki selama ini hilang seketika ketika dihadapkan dengan realitas yang ada.
Sedangkan bagi mereka yang masih memiliki jiwa idealis umumnya mereka enggan
untuk masuk dalam pemerintahan dan lebih memilih menjadi pembicara
seminar-seminar yang diadakan di kampus yang bertemakan kritik terhadap
kebijakan pemerintah. Dengan lantang dan tegas sang idealis berorasi dalam
forum seminar menjual data-data kebobrokan pemerintah sementara hal ini mungkin
hanya menjadi bahan tertawaan bagi rekan-rekannya yang dulu juga idealis hanya
saja mereka kini berada dalam pemerintahan. Pengalaman saya sendiri setiap kali
mengikuti forum seminar seperti ini yang saya rasakan hanyalah pesimisme dan
hilangnya kebanggaan menjadi bangian dari bangsa Indonesia, oleh karena itu
terkadang saya malas untuk mengikuti seminar maupun kajian yang sifatnya hanya
membeberkan aib bangsa ini.
Yakinlah masih ada secercah harapan itu…
Yakinlah masih ada secercah harapan itu…
Dengan potensi besar yang dimiliki, bukanlah hal mustahil
jika kelak bangsa ini mampu bersaing dalam tataran dunia internasional bahkan
menjadi negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat asalkan saja kita mau
mengubah mentalitas bangsa ini. Bagaimana kita mau mengubahnya tentu saja harus
paripurna mulai dari mentalitas teknokrat dan pejabat pemerintahan, partai
politik dan segenap elemen bangsa termasuk kita di dalamnya sebagai tenaga pendidik
Selamat Mendidik!!
0 comments:
Post a Comment
Trimakasih Atas Komentarnya